Membangun Lingkungan Sekolah Aman dan Humanis: Refleksi dari Workshop Pencegahan Perundungan, Kekerasan, dan Intoleransi
Pada hari Selasa, 15 Juli 2025, saya berkesempatan mengikuti sebuah Workshop Pencegahan, Perundungan, Kekerasan, dan Intoleransi yang diselenggarakan oleh Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I.
Workshop ini menggarisbawahi beberapa poin krusial yang relevan dengan tugas kami sebagai pendidik, khususnya Guru Bimbingan Konseling (BK). Pertama, anak dalam pandangan agama di Indonesia dipandang sebagai amanah, anugerah, berkat Tuhan, karunia, titipan, dan individu yang memiliki potensi spiritual dan moral untuk berkembang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter murid sangat beragam, baik internal seperti genetik dan sifat bawaan, maupun eksternal seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, serta perkembangan teknologi dan media.
Peran orang tua dan guru dalam pendidikan anak sangatlah fundamental. Orang tua berperan sebagai pendidik utama dan pendukung pendidikan, sementara guru adalah pendidik profesional dan fasilitator.
Terkait upaya pencegahan dan penanganan perundungan, kekerasan, dan intoleransi, workshop ini secara khusus membahas tugas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) berdasarkan Permendikbudristek RI No. 46 Tahun 2023. Pasal 2 Permendikbudristek ini menyatakan bahwa TPPK bertugas untuk melindungi dan mencegah setiap orang dari kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, mengatur mekanisme pencegahan, penanganan, dan sanksi, serta membangun lingkungan pendidikan yang ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari diskriminasi dan intoleransi.
Prinsip-prinsip penanganan dan pencegahan kekerasan yang diatur dalam Pasal 3 Permendikbudristek RI No. 46 Tahun 2023 meliputi non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, partisipasi anak, keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, akuntabilitas, kehati-hatian, dan keberlanjutan pendidikan.
Proses penanganan kekerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2, meliputi penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan, dan pemulihan.
Workshop ini juga memberikan panduan langkah-langkah dalam penyusunan program Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di sekolah. Langkah-langkah tersebut meliputi:
Formasi Tim yang Komprehensif: Melibatkan berbagai pihak seperti guru, siswa, orang tua, dan komite sekolah, serta menentukan ketua tim dan membagi tugas yang jelas.
Analisis Situasi Sekolah: Melakukan pemetaan potensi kekerasan, mengidentifikasi faktor risiko, dan mengumpulkan data kasus kekerasan yang pernah terjadi.
Penyusunan Tujuan dan Sasaran: Menetapkan tujuan yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound), seperti menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif, mengurangi angka kasus kekerasan, dan meningkatkan kesadaran siswa.
Penyusunan Program: Merancang program pencegahan (edukasi, sosialisasi, pembentukan budaya positif, penguatan pengawasan) dan penanganan (prosedur pelaporan, tim respons cepat, konseling, kerjasama dengan pihak luar seperti perguruan tinggi, kepolisian, dinas sosial, atau rumah sakit).
Sebagai contoh program, diusulkan "Sekolah Aman, Generasi Cinta Damai" dengan visi menciptakan lingkungan sekolah yang aman, kondusif, dan bebas dari kekerasan, serta misi untuk mencegah kekerasan, menciptakan budaya saling menghormati, memberikan penanganan tepat, dan meningkatkan kesadaran. Tujuan utamanya adalah mengurangi angka kejadian kekerasan di sekolah sebesar 20% dalam satu tahun.
Workshop ini ditutup dengan motivasi untuk tidak mengeluh, selalu berusaha, berdoa, dan bertawakal dalam menjalankan tugas mulia ini.
Komentar
Posting Komentar