Langsung ke konten utama

Membangun Lingkungan Sekolah Aman dan Humanis: Refleksi dari Workshop Pencegahan Perundungan, Kekerasan, dan Intoleransi



Pada hari Selasa, 15 Juli 2025, saya berkesempatan mengikuti sebuah Workshop Pencegahan, Perundungan, Kekerasan, dan Intoleransi yang diselenggarakan oleh Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I. Kegiatan ini menjadi pengingat pentingnya sinergi antara berbagai pihak dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, inklusif, dan mendukung pembentukan karakter humanis pada murid.

Workshop ini menggarisbawahi beberapa poin krusial yang relevan dengan tugas kami sebagai pendidik, khususnya Guru Bimbingan Konseling (BK). Pertama, anak dalam pandangan agama di Indonesia dipandang sebagai amanah, anugerah, berkat Tuhan, karunia, titipan, dan individu yang memiliki potensi spiritual dan moral untuk berkembang. Dalam perspektif pendidikan, anak adalah individu yang unik, memiliki potensi, dan karakter yang terbentuk dari aspek fisik, kognitif, sosial, emosional, dan spiritual mereka.

Faktor-faktor yang mempengaruhi karakter murid sangat beragam, baik internal seperti genetik dan sifat bawaan, maupun eksternal seperti lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, serta perkembangan teknologi dan media. Sayangnya, dalam perjalanan pembentukan karakter ini, murid seringkali menghadapi permasalahan, baik di bidang akademik (kesulitan memahami materi, kurang motivasi belajar, sulit konsentrasi) , sosial-emosional (tekanan teman sebaya, perundungan, kesulitan beradaptasi) , maupun perilaku (melanggar aturan sekolah, perilaku menyimpang). Perundungan menjadi salah satu isu krusial yang dibahas dalam workshop ini, mengingat dampaknya yang merusak.

Peran orang tua dan guru dalam pendidikan anak sangatlah fundamental. Orang tua berperan sebagai pendidik utama dan pendukung pendidikan, sementara guru adalah pendidik profesional dan fasilitator. Sinergi optimal antara sekolah dan orang tua, melalui komunikasi, tindak lanjut, dan kolaborasi, menjadi kunci dalam membangun karakter murid.

Terkait upaya pencegahan dan penanganan perundungan, kekerasan, dan intoleransi, workshop ini secara khusus membahas tugas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) berdasarkan Permendikbudristek RI No. 46 Tahun 2023. Pasal 2 Permendikbudristek ini menyatakan bahwa TPPK bertugas untuk melindungi dan mencegah setiap orang dari kekerasan di lingkungan satuan pendidikan, mengatur mekanisme pencegahan, penanganan, dan sanksi, serta membangun lingkungan pendidikan yang ramah, aman, inklusif, setara, dan bebas dari diskriminasi dan intoleransi.

Prinsip-prinsip penanganan dan pencegahan kekerasan yang diatur dalam Pasal 3 Permendikbudristek RI No. 46 Tahun 2023 meliputi non-diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, partisipasi anak, keadilan dan kesetaraan gender, kesetaraan hak dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas, akuntabilitas, kehati-hatian, dan keberlanjutan pendidikan.

Proses penanganan kekerasan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat 2, meliputi penerimaan laporan, pemeriksaan, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan, dan pemulihan. Selain itu, pendampingan bagi korban kekerasan juga menjadi fokus penting, mencakup konseling, layanan kesehatan, bantuan hukum, advokasi, bimbingan sosial dan rohani, serta layanan pendampingan lain (Pasal 44 ayat 4).

Workshop ini juga memberikan panduan langkah-langkah dalam penyusunan program Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di sekolah. Langkah-langkah tersebut meliputi:

  1. Formasi Tim yang Komprehensif: Melibatkan berbagai pihak seperti guru, siswa, orang tua, dan komite sekolah, serta menentukan ketua tim dan membagi tugas yang jelas.

  2. Analisis Situasi Sekolah: Melakukan pemetaan potensi kekerasan, mengidentifikasi faktor risiko, dan mengumpulkan data kasus kekerasan yang pernah terjadi.

  3. Penyusunan Tujuan dan Sasaran: Menetapkan tujuan yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound), seperti menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif, mengurangi angka kasus kekerasan, dan meningkatkan kesadaran siswa.

  4. Penyusunan Program: Merancang program pencegahan (edukasi, sosialisasi, pembentukan budaya positif, penguatan pengawasan) dan penanganan (prosedur pelaporan, tim respons cepat, konseling, kerjasama dengan pihak luar seperti perguruan tinggi, kepolisian, dinas sosial, atau rumah sakit).

Sebagai contoh program, diusulkan "Sekolah Aman, Generasi Cinta Damai" dengan visi menciptakan lingkungan sekolah yang aman, kondusif, dan bebas dari kekerasan, serta misi untuk mencegah kekerasan, menciptakan budaya saling menghormati, memberikan penanganan tepat, dan meningkatkan kesadaran. Tujuan utamanya adalah mengurangi angka kejadian kekerasan di sekolah sebesar 20% dalam satu tahun.

Workshop ini ditutup dengan motivasi untuk tidak mengeluh, selalu berusaha, berdoa, dan bertawakal dalam menjalankan tugas mulia ini. Ilmu yang didapatkan dari workshop ini sangat relevan dan akan menjadi panduan berharga bagi saya sebagai Guru BK dalam menyusun dan melaksanakan program pencegahan dan penanganan perundungan, kekerasan, dan intoleransi di sekolah, demi terciptanya karakter murid yang humanis






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ucapan Perkenalan

H ai, selamat datang di Catatan BK Bu Wulan Senang sekali kamu sudah mampir ke ruang kecil ini. Tempat di mana saya, Wulan Cahyani Fitri , seorang guru BK di salah satu SMA Negeri di Kota Semarang, mencoba menuangkan cerita, pengalaman, dan sedikit banyak catatan hati tentang dunia konseling sekolah. Sebagai guru BK, saya nggak hanya mendengarkan curhat siswa, tapi juga belajar tumbuh bersama mereka dari yang galau karena tugas menumpuk, bingung jurusan kuliah, sampai yang sedang menghadapi persoalan hidup yang nggak bisa diceritakan ke siapa pun. Di blog ini, kamu akan menemukan: Cerita seru (dan kadang haru) dari ruang konseling, Tips ringan untuk remaja yang ingin lebih kenal diri, Perangkat ajar dan media kreatif buat sesama guru BK, Refleksi sederhana tentang menjadi pendamping tumbuh kembang anak muda zaman sekarang. Blog ini saya buat bukan karena saya paling tahu, tapi karena saya ingin terus belajar dan berbagi. Semoga apa yang saya tulis bisa jadi teman, penguat, atau...

Pengalaman Parenting Daring: "Kunci Komunikasi Efektif Mencegah Kenakalan Remaja"

Halo Bapak/Ibu guru BK dan para orang tua hebat! Beberapa waktu lalu, saya, Wulan Cahyani Fitri, S.Pd., Guru Bimbingan Konseling SMA Negeri 13 Semarang , berkesempatan mengadakan sesi Parenting daring dengan para orang tua siswa, mengangkat tema yang sangat krusial: " Komunikasi Efektif untuk Mencegah Kenakalan Remaja ". Kegiatan ini merupakan bagian dari program "PARENTING SMAGALAS" yang kami selenggarakan di tahun 2025. Di era digital seperti sekarang, tantangan mendidik remaja semakin kompleks. Remaja, yang menurut Permenkes RI Nomor 25 Tahun 2014 adalah penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun dan menurut BKKBN adalah 10-24 tahun dan belum menikah , mengalami perubahan fisik dan psikis yang signifikan. Kondisi yang tidak stabil ini membuat mereka rentan terhadap berbagai perilaku negatif, termasuk kenakalan remaja. Penting untuk diingat bahwa kenakalan remaja tidak terjadi begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh banyak faktor, dan salah satu faktor penyeba...

Mewujudkan Generasi Hebat melalui "7 Jurus BK Hebat": Inovasi Bimbingan dan Konseling di Indonesia

Di tengah pesatnya perubahan zaman dan tantangan yang kian kompleks, peran bimbingan dan konseling (BK) di sekolah menjadi semakin krusial. Bukan hanya sekadar "polisi sekolah" atau pelengkap administrasi, guru BK kini diharapkan menjadi arsitek jiwa yang mendampingi, menginspirasi, dan memberdayakan setiap murid. Menyadari urgensi ini, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI meluncurkan sebuah inovasi strategis: "7 Jurus BK Hebat" . Mengapa "7 Jurus BK Hebat"? Program "7 Jurus BK Hebat" hadir sebagai solusi atas tantangan minimnya jumlah guru BK yang sepadan dengan jumlah murid yang harus dilayani, serta untuk membekali guru non-BK dengan keterampilan bimbingan dasar . Modul ini dikemas secara kreatif, praktis, dan menggembirakan, dengan sentuhan gamifikasi dan visualisasi yang apik, menjadikannya mudah diingat, membumi, dan relevan bagi generasi muda . Istilah "jurus" sendiri, yang berasal dari seni bela diri Pencak Silat, ...